Minggu, 18 November 2012

LOMBA DRAMA REMAJA DKD KEBUMEN 2012


Lomba Drama Remaja  DKD se Kabupaten Kebumen digelar hari Sabtu, 10 November 2012; di Aula PGRI, Jl. Kaswari Kebumen. Lomba yang diselenggarakan oleh DKD (Dewan Kesenian Daerah) Kab. Kebumen ini diikuti oleh 8 (delapan) kelompok yang berasal dari berbagai sekolah dan perguruan tinggi. Diantaranya SMU Negeri 2 Kebumen, SMK Batik Sakti 1 Kebumen, SMU Muhammadiyah Gombong, SMK Ma’arif 1 Kebumen, SMU Negeri Klirong, 2 kelompok dari SMU Negeri 1 Kebumen, dan 1 kelompok dari STAINU Kebumen.

Pelaksanaan kegiatan lomba ini didukung oleh SRMB (Sekolah Rakyat MeluBae), Teater Ego, PGRI Kab. Kebumen, Masjid Raya Publishing dan INDIPT Kebumen. Juara pertama sebagai penampil terbaik I diraih SMU Negeri Klirong. Penampil Terbaik II diraih SMU Negeri 1 Kebumen, sedangkan Penampil Terbaik III diraih oleh STAINU Kebumen (Teater Gerak). Selanjutnya untuk Penyutradaraan Terbaik diraih SMU Negeri Klirong. Aktor/Aktris Terbaik diraih oleh STAINU Kebumen. Artistik Terbaik diraih SMU Negeri 1 Kebumen.

Ketua 1 DKD Kab. Kebumen, Pekik Sat Siswonirmolo, mengharapkan lomba ini sebagai tahapan dari proses yang tidak lalu berhenti saat lomba diselenggarakan. Tetapi dapat memberikan motivasi lebih lanjut bagi pegiat seni teater, untuk memicu proses kaderisasi berkesenian, terutama bagi kalangan remaja di kabupaten Kebumen.
“Seni drama atau teater ini hendaknya dapat pula menjadi wahana pendidikan karakter bangsa”, harapan Pekik Sat Siswonirmolo pada sambutan pembukaan lomba..

Tiga Yuri, Tiga Kriteria.

Penyutradaraan, keaktoran dan artistik; merupakan tiga aspek kriteria yang dilombakan. Drama Remaja yang mendapat perhatian dari ratusan pecinta seni teater di Kebumen ini, juga merupakan kegiatan yang diagendakan DKD Kab. Kebumen. Untuk menjaga kualitas dan obyektifitas penilaian pada lomba tersebut, panitia pelaksana mendatangkan 2 orang yuri dari luar kota, masing-masing: Indriotomo Brigandono atau akrap disapa Masendro (Jakarta), Nasruddin Mudhaf (Ketua DKD Kab. Cilacap)dan salah satu yuri yaitu Eko Sajarwo dari Kebumen. Adapun pilihan naskah yang disediakan panitia adalah: Kebo Nusu Gudel (Dheny Jatmiko), Oek  (Anto Haryanto) dan Akhirnya Mati Juga (Dwiyanto).

Beberapa rekomendasi dari ketiga yuri bagi 8 kelompok peserta yang berasal dari 6 sekolah dan 1 perguruan tinggi. Bahwa berkesenian teater (drama) bukan sekedar sebuah pementasan dengan menyelesaikan hafalan naskah semata. Perlunya manajemen pementasan dengan memperhatikan beberapa aspek dramaturgi dan hal-hal teknis lainnya dalam pementasan drama. Rekomendasi ini diharapkan menjadi masukan yang berharga bagi pengembangan seni drama di Kabupaten. Kebumen ini.       

Kamis, 29 Maret 2012

OBAT HERBAL ALTERNATIP

OBAT STROKE 
DAUN BENALU KAMBOJA
Oleh Sat Siswonirmolo





Ramuan ini semoga bermanfaat memberi pertolongan bagi para penderita stroke. Insya Alloh apabila resep ini diterapkan dengan penuh keyakinan dengan senantiasa memohon kesembuhan kepada Alloh SWT, maka akan mendapatkan kesembuhan.
Bahan ramuan terdiri dari:
  1. Tujuh (7) lembar daun Kemladean ( Kemaduan/Benalu ) yang terdapat pada pohon Kamboja.
  2. Direbus dengan 2 gelas air putih, hingga menjadi 1 (satu) gelas.
  3. Setelah dingin diminum sekali.
Catatan :
  1. Untuk merebus dianjurkan menggunakan kendil / periuk dari tanah liat.
  2. Ampas sisa rebusan dari ramuan ini dapat direbus ulang sekali lagi juga dengan menambahkan 2 gelas air kemudian direbus hingga menjadi 1 gelas air dan diminum.
  3. Lakukan mengkonsumsi ramuan ini setiap hari pada pagi hari hingga 7 (tujuh) hari.
  4. Biasanya pohon Kamboja yang ada benalunya banyak tumbuh di makam, Pada saat memetik sangat disarankan untuk meminta ijin terlebih dahulu nembung (bhs.jawa) "Kepada Penjaga Kemladean, saya minta ijin mengambil  beberapa daun Kemladean untuk penyembuhan penyakit"


Dengan minum selama 7 hari berarti hanya mengganti ramuan yang direbus 2 hari sekali.
Selamat mencoba semoga atas ijin Alloh SWT bisa mendapatkan kesembuhan, amin.

Senin, 12 Maret 2012

Profil Wayang

JAEWANA
Oleh Ki Sat Siswonirmolo
Jaewana adalah tokoh rekaan dalam dunia pewayangan, yang merupakan tokoh wayang asli Kebumen. Berperan sebagai punakawan yang jenaka, hanya saja berwajah buta (raksasa).
 Sebenarnya ada beberapa tokoh dalang di Kebumen yang masih menyimpan tokoh wayang ini. Gambar wayang pada Blog ini merupakan koleksi dari Ibu Sopiyah, seniman lengger di Sanggar Tunjung Biru desa Pringtutul Rowokele.
Untuk saat sekarang di Kebumen sendiri tokoh wayang ini kurang dikenal atau sudah terlupakan. Hanya dikenal oleh kalangan tertentu saja, terutama para pemerhati seni pedalangan atau dalang.

SENGKALAN DAN CANDRASENGKALA

oleh Ki Sat Siswonirmolo


Sengkalan merupakan rangkaian kata-kata menjadi kalimat panjang yang memiliki makna, yang juga menandakan tahun perhitungan tahun jawa. Dalam tradisi jawa biasanya tahun dihitung menggunakan peredaran bulan, yang dalam bahasa jawa disebut , candra. Bermula dari sinilah kemudian susunan kata-kata menjadi rangkaian kalimat panjang yang menjadi penanda tahun tersebut disebut Candra sengkala.
Penunjukan dan pemaknaan dalam Sengkalan tersebut didasarkan menurut watak (sifat) setiap kata atau kalimat yang masing-masin bermakna angka tertentu. Tata cara pembacaan angka tahunnya dimulai dari belakang.
Menurut bentuk wujudnya, Sengkalan dibedakan menjadi 2 macam :
1. Berupa rangkaian kata menjadi kalimat disebut dengan Sengkalan Lamba.
2. Berupa rangkaian gambar lukisan yang disebut dengan Sengkalan Memet.
Adapun beberapa contoh Watak (sifat) setiap kata adalah sebagai berikut :
Watak 1 :   Gusti Allah, Nabi, Janma, Srengenge, Rembulan, Bumi, Lintang, Sirah, Gulu, Nata, Irung,   Ati, Bunder, Iku, Urip, Aji, Praja, Tunggal, Wutuh, Nyata, Eko, lsp.
Watak 2 :   Tangan, Suku, Mripat, Swiwi, Alis, Penganten, Kembar, Nembah, Nyawang, Nyekel, Mireng, Lumaku, Mabur, Dwi lsp.
Watak 3:    Geni, Murub, Panas, Putri, Estri, Welut, Jurit, Kaya, Lir, Guna, Cacing, Sorot, Tri, lsp.
Watak 4:    Banyu, Segara, Kali, Kreta, Keblat, Karya, Bening, Brahmana, Satriya, Sudra, Catur, lsp.
Watak 5:    Buta, Angin, Alas, Jemparing, Tata, Pandawa, Panca,lsp.
Watak 6:    Rasa (legi, pait, asin), Tawon, Lemut, Obah, Wayang, Mangsa, Kayu, Sad,lsp
Watak 7:    Gunung, Tunggangan, Pandita, Swara, Guru, Mulang, Sapta, lsp.
Watak 8:    Gajah, Naga, Baya, Wasu, Pujangga, Tekek, Kadal, Ngesthi, Wanara, Astha,lsp.
Watak 9:    Lawang, Gapura, Guwa, Jawata, Menga, Ganda, Terus, Nawa,lsp.
Watak 0:    Suwung, Sirna, Rusak, Tanpa, Ilang, Mati, Muluk, Duwur, Awang-awang, Suwarga, Langit, Adoh, Dasa, lsp.
Contoh penggunaan Sengkalan atau Candra Sekala sepaerti :
 1. Gapura Trus Gunaning Janmi
        9            9          3            1      Menjadi 1399 tahun Jawa menunjukkan berdirinya Masjid Demak
2. Naga Muluk Tinitihan Janma
      8         0            7            1         Menjadi 1708 tahun Jawa menunjukkan berdirinya panggung   Sanggabuwana di pelataran Kraton Surakarta
3. Sirna Ilang Kretaning Bumi
       0        0          4              1          Menjadi 1499 tahun Jawa atau tahun Saka atau tahun 1478 M tahun runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Penjelasan Sengkalan yang lain adalah sebagai berikut :
Dalam Bahasa Jawa, tembung sengkala  berarti 1) kecelakaan, halangan, 2) angka tahun yang dilambangkan dengan kata-kata, atau gambar yang mempunyai makna. Dalam artikel ini,  akan dibahas sengkala dalam arti angka tahun yang dilambangkan dengan kata-kata atau gambar yang mempunyai makna.
Kata sengkalan   ini berasal dari kata saka , dan kala . Saka adalah nama suku (Caka ) dari India yang pernah migrasi ke Jawa, dan kala yang berarti waktu, atau tahun. Jadi saka kala berarti Tahun Saka. Tahun Saka dimulai sejak Raja Saliwahana, Ajisaka, naik tahta, pada tahun 78 Masehi. Tembung saka berubah bunyi menjadi sangka , lalu berubah menjadi sengka. Tembung sengka diikuti tembung kala , menjadi sengkala .
Ada surya sengkala , yaitu sengkalan yang dibuat berdasar kalender surya (solar calendar), misalnya Tahun Masehi. Ada juga candra sengkala   yang dibuat berdasar kalender bulan (lunar calendar ), misalnya kalender Islam Hijriyah atau Kalender Jawa. Sengkalan boleh memakai kalender Masehi, Islam, atau Jawa.
Sengkalan dapat dipakai untuk menandai lahirnya seseorang, berdirinya suatu lembaga, daerah, kota, negara,  atau berdirinya suatu bangunan (istana, kantor, gapura). Bisa juga untuk menandai kematian, berakhir, bubar, atau ditutupnya suatu lembaga. 
Ada sengkalan lamba, miring, memet , dan sastra . Sengkalan lamba mempergunakan kata-kata yang sederhana , misalnya "Buta Lima Naga Siji".   Buta berwatak 5, lima berwatak 5, naga berwatak 8, dan siji berwatak 1, setelah digabung menjadi 5581, lalu dibalik, berarti tahun 1855.
Sengkalan miring merupakan sengkalan lamba juga, tetapi mempergunakan kata-kata miring (padanan), yang lebih rumit daripada  sengkalan lamba. Misalnya sengkalan "Lungiding Wasita Ambuka Bawana ". Kata lungid berarti tajam; yang dimaksud adalah tajamnya senjata (gaman ), gaman mempunyai watak 5. Kata wasita berarti pitutur jati , atau nasihat suci; pitutur jati berkaitan dengan resi, wiku , atau pandhita yang berwatak 7. Yang dimaksud dengan kata ambuka, adalah lawang atau gapura yang berwatak 9, dan kata bawana maksudnya adalah bumi yang berwatak 1. Diperoleh angka 5791, yang berarti tahun 1975.
Contoh lain, misalnya "Naga Salira Ambuka Bumi ". Naga dan salira merupakan lambang angka 8, ambuka lambang 9, dan bumi lambang 1. Jadi tersusun 8891. Susunan angka ini harus dibalik, sehingga menjadi tahun 1988.  
Menurut buku Babad Tanah Jawi (sejarah Majapahit), runtuhnya kerajaan Majapahit ditandai dgn sengkalan "Sirna Ilang Kretaning Bumi" , masing-masing menunjukkan angka 0, 0, 4, dan 1, lalu dibalik menjadi 1400 Tahun Saka atau 1478 M. Gedung DPRD Wonosobo diberi sengkalan  "Sabda Pandhawa Raga Nyawiji ", karena didirikan pada tahun 1957. Contoh lain, misalnya ada orang yang lahir pada tahun 2011 M. Mula-mula angka ini dibalik menjadi 1102, lalu pilih kata yang dianggap cocok, misalnya "Aji Budaya Muluk Samya ". Artinya: nilai budaya yg terbang (manfaat, berkembang) bersama sesama.
Sengkalan memet memakai lukisan, gambar, atau ornamen, atau memakai Huruf Jawa. Sengkalan memet dapat dijumpai pada arca, candi, atau gedung.
Di bagian bagian atas gapura magangan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, ada ornamen dua naga, yang ekornya ke mengarah atas, lalu melilit, menyatu. Ornamen ini dibaca "Dwi Naga Ngrasa Tunggal" . Dwi berwatak 2, naga berwatak 8, ngrasa berwatak 6, dan tunggal berwatak 1. Diperoleh susunan angka 2, 8, 6, dan 1,sehingga diperoleh tahun 1682, yaitu saat dibangunnya bagian itu.
Di kraton Surakarta, ada ornamen yang dibaca "Naga Muluk Tinitihan Janma" . Naga berwatak 8, muluk (terbang) berwatak 0, tinitihan (ditunggangi) berwatak 7, dan janma (manusia) berwatak 1; setelah digabung menjadi 8071, setelah dibalik menjadi 1708.
Sengkalan merupakan chronogram (Yunani; chrono : waktu, gramma : huruf). Chronogram adalah kalimat yang menyembunyikanangka-angka, yang berkaitan dengan tahun. Sebagai contoh, kalimat AM ORE M ATV RI TAS, jika diambil huruf yg bold , menjadi MMVI, lambang angka Romawi untuk tahun 2006. M y D ay C losed I I n I mmortality, adalah chronogram , yang menunjukkan tahun wafatnya Ratu Elizabeth I, MDCIII= 1603.
 Berikut adalah tembung (kata) dan wataknya.
Watak 1 (satu)
Benda atau sifat yang berwatak 1, adalah:
1. Cacahnya satu: aji (harga, nilai), bangsa , bathara , budaya, budi , dewa , dhara (perut), gusti, hyang, nabi, narendra , narpa (raja), narpati (raja), nata (raja), pangeran, praja (negara), raja, ratu. swarga (surga), tata (aturan), wani (berani), wiji (biji), urip (hidup).
2  Bentuknya bulat: bawana (bumi), bumi , candra (bulan), jagad (bumi), kartika (bintang) rat (bumi), srengenge (matahari), surya (matahari), wulan (bulan).
3. Berarti ‘satu’: eka, nyawiji (menyatu) , siji, tunggal.
4. Berarti ‘orang’: janma, jalma, manungsa, tyas, wong
Watak 2 (dua)
Benda atau sifat yang berwatak 2, adalah:
1. Cacahnya dua : asta (tangan), kuping, mata, netra, paningal (mata), soca (mata),  swiwi (sayap), talingan (telinga), sungu (tanduk), supit.
2. Fungsi no 1 di atas: ndeleng (melihat), ndulu (melihat),  ngrungu (mendengar)
3. Berarti ‘dua’: apasang, dwi, kalih, kembar, penganten.
  Watak 3 (tiga)
1. Berarti ‘api’ : agni , dahana , geni , pawaka , puji
2. Sifat api: benter (panas), murub (menyala), kukus (asap), panas , sorot , sunar (sinar, cahaya), urub (nyala).
3. Berarti ‘tiga’: hantelu, mantri , tiga, tri, trisula, trima, ujwala, wredu
Watak   4 (empat)
1. Berkaitan dengan air: bun (embun), her , tirta, toya, samodra,   sendang, segara (laut), sindang, tasik (laut), wedang, udan.  
2. Berarti ‘empat’: papat, pat, catur, sekawan, keblat, warna (kasta)
3. Berarti ‘bekerja’: karya, karta, kirti, kretaning, pakarti
Watak 5 (lima)
1. Cacahnya lima: cakra (roda), driya (indra), indri, indriya, pandawa
2. Berarti ‘raksasa’ : buta , danawa, diyu, raseksa, raseksi, wisaya, yaksa
3. Berarti ‘senjata’: bana, gaman , panah, pusaka, sara, jemparing , warajang, lungid (tajam)
4. Berarti ‘angin’ : angin , bayu, samirana, maruta, sindung
5. Berarti ‘lima’: lima , gangsal, panca, pandawa
Watak   6 (enam)
1. Berkaitan dengan ‘rasa’: amla, asin, dura, gurih, kecut, legi pait, pedes, rasa, sinesep, tikta
2. Benda ‘asal rasa’: gendis, gula, uyah
3. Berarti ‘enam’: nem, retu (enam tahun), sad,
4. Hewan ‘berkaki enam’: bramara, hangga-hangga (laba-laba),   kombang, semut , tawon
Watak 7 (tujuh)
1. Berkaitan dengan ‘petapa’: biksu, dhita, dwija, muni , pandhita, resi, sabda, suyati  wiku, yogiswara, wasita
2. Berarti ‘kuda’ : aswa, jaran, kapal, kuda, turangga , wajik.
3. Berarti ‘gunung’: ancala , ardi, arga, giri, gunung, prawata, wukir
4. Berarti ‘tujuh’: pitu, sapta,
Watak 8 (delapan)
1. Berkaitan dengan ‘hewan melata’ : bajul, baya, bunglon, cecak,   menyawak, slira, tanu, murti.  
2. Berarti ‘gajah’: gajah, dirada , dwipangga, esthi, kunjara, liman,  matengga  
3. Berarti ‘naga’: naga, sawer, taksaka , ula
4. Berarti delapan : asta, wolu  
Watak   9 (sembilan)
1. Benda ‘berlubang’: ambuka, babahan, butul (tembus), dwara, gapura, gatra (wujug), guwa, lawang, rong, song, trusta, wiwara, wilasita,   
2. Berarti ‘sembilan’: nawa, raga, rumaga, sanga.
Watak 0 (nol)
1. Bersifat tidak ada atau hampa: asat, boma, gegana, ilang , murca (hilang) , musna , nir (tanpa), sirna (hilang),  suwung, sunya, tan,   umbul (melayang).
2. Berarti ‘langit’: akasa, gegana, dirgantara, langit, swarga, tawang ;
3. Sifat langit: duwur, inggil, luhur
4. Bersifat menuju langit : tumenga, mumbul, muluk, mesat
Untuk membuat sengkalan, kalimat harus punya makna yang utuh, puitis, dan indah.
Untuk tahun 2012 ini ada beberapa contoh sengkalan seperti :
Nyawang Praja Adoh Lumaku.
Nyekel Bumi Tanpa Tangan.
Manembah Gusti tanpa Mata.
Manembah Gusti Swarga Keasta.
Nyembah Gusti tanpa Swiwi, dll.